Publikasi Karya

Ideologi sebagai Dasar Penilaian: Refleksi tehadap Film Tilik (Oleh Jonathan Kurniawan, Basindo 19)

Pada dasarnya, manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari ideologi. Ideologi merupakan aspek internal yang melekat dalam diri manusia. Segala tindakan, sikap, dan pemikiran yang dimilikinya pasti dipengaruhi oleh ideologi yang diterimanya. Bahkan, ketika berpikir tidak terpengaruh oleh suatu pemahaman, manusia baru saja menunjukkan bahwa dirinya memiliki ideologi tertentu. Menurut Faruk (1994: 74), ideologi disebarkan dengan cara melibatkan berbagai lembaga, seperti media massa, sekolah, atau lingkungan sekitar. Selain menjadi dasar pemikiran internal manusia, ideologi juga digunakan untuk menyikapi hal eksternal. Menurut Faruk (1994: 61), ideologi berfungsi sebagai dasar penciptaan ruang mobilisasi manusia dan mengorganisasikan massa. Ideologi dapat menjadi standar yang secara tidak langsung memengaruhi segala penilaian, sikap, dan tindakan seseorang terhadap hal eksternal. Mereka yang memiliki anggapan bahwa musik adalah haram, misalnya, akan menilai segala bentuk musik merupakan hal yang haram.  read more

Ideologi sebagai Dasar Penilaian: Refleksi tehadap Film Tilik (Oleh Jonathan Kurniawan, Basindo 19) Read More »

Gogon (oleh Naimatus Salsabila Kausari, Basindo 20)

Minggu pagi. Seisi pasar heboh. Bukan karena harga sembako naik. Bukan juga karena harga daging yang melambung tinggi bersamaan dengan melambungnya janji pemerintah untuk segera menurunkannya. Tapi, yang membuat pasar kecil di sebuah kecamatan itu heboh adalah Gogon. Ya… karena Gogon! Pagi itu, Gogon tidak nampak batang hidungnya. Padahal, biasanya ia selalu berdiri di pintu gerbang pasar dengan gitar tuanya, mengenakan seragam kebesaran, kaos singlet hitam bergambar tengkorak. Selalu bergambar tengkorak.   read more

Gogon (oleh Naimatus Salsabila Kausari, Basindo 20) Read More »

Wanita Paruh Baya Seberang Rumah (oleh Silma Salsabilla, Basindo 20)

Derap langkah kaki yang terpijak dengan cepat, suara tawa yang menggema seisi ruangan, serta pecahan tangis yang menggelegar. Begitulah kondisi salah satu rumah minimalis di dalam hutan. Setiap hari selalu demikian. Hal itu disebabkan oleh Rezi yang hobi mengganggu setiap anggota keluarganya karena ia selalu ditelan kebosanan. Hanya ada 10—15 saja rumah di area tersebut. Entahlah, Rezi lupa menghitungnya sampai berapa kemarin. Makanya, ia tidak punya teman sebaya karena kejarangan penduduk di wilayah terpencil itu. Namun yang jelas, saat ini ia harus kabur dari kejaran Rizka, adiknya yang menangis karena es krim telah tandas di tenggorokan Rezi dalam sekali lahap.

“KAKAAAAK!” 

Wanita Paruh Baya Seberang Rumah (oleh Silma Salsabilla, Basindo 20) Read More »

Scroll to Top